Analisa Indikator dan Faktor Penyebab Kemiskinan di Aceh


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki hasil alam dan sumberdaya yang cukup banyak, saat ini masalah perekonomian di dunia merupakan acuan penting dalam perkembangan negara, di Indonesia masalah kemiskinan merupakan masalah yang tidak ada batasnya untuk dibahas dan seolah-lah tidak ada ujungnya. Di ujung pulau sumatera yaitu Aceh, dengan jumlah penduduk sekitar 4.500.000 jiwa, memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti hasil  minyak bumi, gas alam , emas, kopi, ikan, rempah-rempah, pinang  dll. Namun karena salah satu faktor, yaitu ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM) dalam mengelolanya dengan baik sehingga dikuatirkan SDA yang ada justru menjadi petaka. Kondisi ini dapat menyeret daerah Aceh menjadi lemah, tidak mandiri dan tergantung (dependent) pada daerah lain, akhirnya justru muncul image yang kurang menguntungkan untuk Aceh.

Penyebab kemiskinanan pada umumnya terdapat tiga faktor utama. Terkait dengan wilayah bencana (disaster prone area), dimana dipercayai sebagai penyebab yang menjadi alasan kemiskinan dalam setiap negara, kemiskinan selalu menjadi problem sosial sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, akan tetapi bencana dipercayai sebagai sebab utama dari faktor kemiskinan dimana orang-orang yang terkena dengan berbagai peristiwa bencana sangat rentan terhadap kemiskinan, kekeringan seperti yang telah melanda beberapa negara di Afrika, banjir, peperangan, tsunami di Aceh dan berbagai faktor alam lainnya telah membuat setiap orang yang dekat kepada peristiwa tersebut kehilangan harta benda.

Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di Samudera Hindia maupun Selat Malaka. Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan.

Pasca tsunami yang ditetapkan melalui UU No. 10 tahun 2005 telah melalukan berbagai kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, money, dan pengawasan yang terkait dengan pemulihan kembali kegiatan perikman tangkap baik di Propinsi Nanggro Aceh Darussalam. Pemerintah aceh terus  melakukan inofasi ekonomi melalui pertanian, perikanan, lapangan kerja, kesehatan dan pendidikan untuk merubah ekonomi aceh yang terpuruj sebelumnya karena akibat dari bencana sunami 2004.

Kondisi Ekonomi Aceh

Perekonomian Aceh 2015 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp33,07 triliun atau sebesar US$2.51 milyar. Sementara itu PDRB tanpa migas adalah sebesar Rp31,65 triliun atau sebesar US$2,40 milyar.

Ekonomi Aceh dengan migas 2015 bila dibandingkan 2014 tumbuh negatif sebesar 1,72  persen, turun dibanding periode yang sama tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,62 persen. Sementara pertumbuhan y on y tanpa migas adalah sebesar 4,34 persen, lebih baik dari periode yang sama tahun 2014 yang sebesar 4,25 persen. Dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan usaha Jasa Pendidikan sebesar 13,46 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi ada di komponen Konsumsi Pemerintah sebesar 8,34 persen. Ekonomi Aceh 2015 tumbuh 2,29 persen dengan migas dan 2,67 persen tanpa migas.

Perekonomian Aceh dengan migas pada triwulan I tahun 2016 tumbuh sebesar 3,66% atau mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,42% . Perbaikan ekonomi pada triwulan laporan didorong oleh adanya pertumbuhan di tiga sektor utama di Aceh yakni sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi.

Perekonomian Aceh Triwulan II-2017 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp35,70 triliun atau sebesar US$2,68 milyar. Sementara itu PDRB tanpa migas adalah sebesar Rp34,58 triliun atau sebesar US$2,59 milyar. Ekonomi Aceh dengan migas Semester I-2017 dibandingkan Semester I-2016 tumbuh sebesar 3,67 persen, sedangkan tanpa migas tumbuh sebesar 3,54 persen. Dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 11,13 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi ada di komponen Ekspor luar negeri sebesar 37,27persen.

Ekonomi Aceh dengan migas triwulan II-2017 bila dibandingkan triwulan II-2016  tumbuh sebesar 4,01  persen. Sementara pertumbuhan y on y tanpa migas adalah sebesar 3,11 persen, melambat dari periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 4,72 persen. Dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 26,10 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi ada di komponen Ekspor luar negeri sebesar 110,11 persen.

Ekonomi Aceh Triwulan II-2017 dibandingkan triwulan I-2017 naik 1,38 persen dengan migas dan naik 1,94 persen tanpa migas. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha Administrasi Pemerintahan sebesar 15,74 persen. Dari sisi pengeluaran disebabkan oleh Konsumsi Pemerintah sebesar 29,78 persen.

 

Tabel ekonomi terpilih Inflasi dan PDRB Aceh

1

Sumber : bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/aceh

Tekanan inflasi Aceh pada triwulan I-2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahunan pada triwulan laporan tercatat meningkat dari 1,53% pada triwulan IV-2015 menjadi 3,55% pada triwulan laporan. Namun, laju inflasi Aceh triwulan I-2016 yang tercatat sebesar 3,55% tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan rata-rata inflasi year-on-year pada triwulan I dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) yaitu sebesar 4,47% . Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Aceh hingga bulan Februari 2016 mencapai 63,44%. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh berada pada level 8,13%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,73%.

 

Pertanian sektor ekonomi andalan Aceh

Sekitar 30 persen dari luas daratan Aceh adalah lahan pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, pertanian dan pangan menjadi sektor andalan utama bagi pertumbuhan ekonomi Aceh. Dari sekitar 5 juta penduduk Aceh, 70 persen di antaranya tinggal di pedesaan, dan 70 persen dari mereka adalah petani. Itu sebabnya pembangunan sektor pertanian menjadi salah satu program prioritas Pemerintah Aceh sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2012-2017. Setidaknya ada tiga komoditi pangan yang menjadi perhatian Pemerintah Aceh, yakni padi, jagung dan kedelai, sesuai dengan apa yang telah ditegaskan dalam sasaran pembangunan nasional. Pada akhir pelaksanaan RPJMA tahun depan.

Pada 2016 tidak terdapat banyak perubahan dari sisi struktur ekonomi Aceh. Struktur perekonomianAceh masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan proporsi sebesar 29,55% . Kondisi yang sama juga masih terjadi di sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor yang masih berada pada posisi kedua dengan share terhadap ekonomi Aceh sebesar 15,76%. Sementara itu, proporsi terbesar ketiga dalam struktur ekonomi Aceh ditempati oleh sektor konstruksi dengan proporsi sebesar 9,86%.

Struktur Ekonomi Aceh

2

Sumber:BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh

 Pertumbuhan Sektor Pertanian, kehutanan dan perikanan

3

Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh

 

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan I-2016 masih menjadi sektor terbesar di dalam struktur ekonomi Aceh. Share tersebut mengalami peningkatan dari 29,10% pada triwulan IV-2015 menjadi 29,55% pada triwulan laporan atau bernilai Rp7,90 Triliun. Meskipun tercatat mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya, kinerja sektor pertanian masih menunjukkan angka yang positif dengan pertumbuhan sebesar 4,16% . Kenaikan ini terutama didorong oleh subsektor perkebunan yang memiliki tumbuh positif seiring dengan adanya tren kenaikan harga komoditas sejak Februari dan Maret tahun ini. Kondisi cuaca yang cukup stabil hingga triwulan pertama tahun 2016 juga turut mendukung produksi tanaman pangan dan perikanan.

Pada triwulan I-2016, kontribusi pertumbuhan sektor pertanian terhadap ekonomi Aceh tercatat sebesar 1,15%.Angka tersebut merupakan angka pertumbuhan kontribusi terbesar kedua setelah sektor konstruksi. Data terakhir yang dirilis oleh BPS menunjukkan pangsa terbesar sektor pertanian Aceh pada triwulan laporan masih berasal dari subsektor tanaman perkebunan (26%). Adapun subsektor tanaman pangan berada pada urutan kedua dengan pangsa sebesar 19%. Sementara itu, subsektor perikanan berada pada posisi ketiga dengan jumlah share sebesar 18%. Sejak tahun 2010, angka share ekonomi di sektor pertanian tersebut terpantau tidak terlalu mengalami banyak perubahan dengan dominasi subsektor perkebunan

 

Ketenagakerjaan dan  Kesejahteraan

Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Aceh berdasarkan survei tenaga kerja BPS Februari 2016 menunjukan jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh mencapai 2,24 juta orang, menurun sekitar 26 ribu orang dibanding Februari 2015 yang mencapai 2,26 juta orang. Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh berdasarkan data terakhir bulan September 2015 tercatat sebesar 17,11%. Angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada bulan September 2014 yang sebesar 16,98%. Peningkatan tingkat kemiskinan di Aceh tersebut diakibatkan oleh adanya peningkatan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan sebesar 3,57%.

 

Usaha Kecil Menengah di Aceh

Negara mempunyai kewajiban menjembatani Usaha Kecil Menengah (UKM) Kreatif dengan para penggiat ekonomi kreatif lewat modal usaha. Negara mempunyai peranan penting untuk membangun ekonomi Indonesia dan mendukung para penggiat ekonomi kreatif. Minat pelaku ekonomi kreatif di Aceh sangat besar. Hal itu terlihat dari antusiasme para pendaftar. Selain itu, faktor penerapan syariat islam juga menjadi alasan terpilihnya Aceh sebagai lokasi pelatihan. Kelas keuangan ini ditujukan bagi para pelaku ekonomi kreatif yang termasuk dalam 16 sektor di bawah binaan pemerintah, baik dari sisi pemasaran, permodalan, infrastruktur dan lain-lain. Ada berbagai jenis UKM di Banda Aceh saat ini, yaitu 54% bergerak di bidang kuliner, 9% fashion, 24% kerajinan, 13% campuran dari IT, Aplikasi, Digital, Fotografi dan lainnya.

4 Tahun Pembangunan Aceh

Pemerintah Aceh membuat sebuah visi untuk pembangunan Profinsi aceh , yaitu‘Pembangunan Aceh yang Bermartabat, Sejahtera, Berkeadilan, Dan Mandiri Berlandaskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Untuk menjalankan visi tersebut, Pemerintah Aceh telah menetapkan 10 program prioritas sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2012-2017, yaitu Reformasi Birokrasi, Dinul Islam, Sosial, Adat dan budaya. Selanjutnya, Revitalisasi pertanian dan pengembangan agro industri, mengatasi Kemiskinan, Infrastruktur yang terintegrasi dan berkelanjutan, Pendidikan dan peningkatan mutu SDM, Program kesehatan, optimalisasi Sumber Daya Alam berkelanjutan, Penguatan Perdamaian, dan masalah lingkungan hidup serta kebencanaan.

Setelah berjalan lebih dari empat tahun, banyak dari program itu berjalan dengan baik. Hasilnya, semangat transparansi dan akuntablitas pemerintahan semakin tinggi. Isi dari  10 program Prioritas pemerintahAceh dalam RPJM Aceh 2012-2017 yaitu:

 

  1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan

Indeks reformasi birokrasi berdasarkan penilaian mandiri oleh Pemerintah Aceh memperoleh predikat B dengan skor 65,28 pada Tahun 2014 dan 65,58 pada tahun 2015. Berdasarkan target dalam roadmap 2015-2019 secara nasional, indeks reformasi birokrasi untuk pemerntah provinsi ditargetkan wajib mencapai nilai 60 pada tahun 2019 mendatang.

Nilai Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Aceh 2012 – 2015

4

Dari peningkatan kinerja pemerintah aceh di tahun 2012-2015 berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi aceh dan tingkat pendapatan aceh yang terus aik setiap tahunnya, yaitu :

4

  1. Keberlanjutan Perdamaian

Terwujudnya penyelesaian beberapa peraturan-peraturan turunan UUPA dalam upaya pencapaian keutuhan, perdamaian abadi, dan percepatan pembangunan yang berkelanjutan.

Gubernur Aceh telah mengalokasikan anggaran untuk Pemberdayaan Korban Bencana Sosial Daerah Konflik sebesar Rp.72.618.944.882.

  1. Dinul Islam, Sosial, Adat dan Budaya

Pembangunan/rehab masjid di Aceh dari Tahun 2012 hingga 2014 sejumlah 997 Unit dan pada Tahun 2015 sampai dengan 2017 difokuskan kepada pembangunan Landscape dan Infrastruktur Mesjid Raya Baiturrahman dengan mekanisme pelaksanaan multiyears yang dibagi atas tiga tahap dengan alokasi anggaran sebesar 458.124.440.000,-.

Gubernur Aceh telah membantu Dayah dan Balai Pengajian sebanyak 5.878 Dayah/ Balai Pengajian dengan total realisasi anggaran sebesar Rp. 555.302.657.473,-. Saat ini, di Aceh terdapat hampir seribu dayah (salafiyah dan terpadu) dengan santri mencapai ratusan ribu orang. Gubernur Aceh juga terus mendorong agar semua pesantren di Aceh khususnya dayah terpadu untuk dapat menerapkan kurikulum nasional dikombinasikan dengan kurikulum lokal. Sehingga alumni pesantren juga bisa melanjutkan pendidikan S1, S2, dan S3 di berbagai lembaga pendidikan tinggi di Indonesia serta luar negeri seperti Timur Tengah, Eropa, Amerika, dan Australia. Juga menambah insentif imum meunasah, dimana insentif 1.250 teungku imum meunasah yang dulunya hanya Rp. 1.000.000,- pertahun kini ditingkatkan menjadi Rp. 6.000.000,- pertahun. Begitu juga dengan honor da’i diperbatasan dan daerah terpencil diberikan honor Rp. 3.000.000,- perbulan plus kendaraan operasional.

  1. KETAHANAN PANGAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK

Capain Luas Panen dan Produksi (Padi, Kedelai, dan Jagung)

Produksi Jagung mencapai 585.362 Ton dengan Luas Panen 139.187 Ha, untuk Produksi Kedelai mencapai 162.456 Ton dengan Luas Panen 109.321 Ha, sedangkan untuk Produksi Padi mencapai 5.904.451 Ton dengan Luas Panen 1.227.455 Ha.

  1. Penanggulangan Kemiskinan

Bank Aceh menjadi Bank Aceh Syariah

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) beberapa waktu lalu, Gubernur Aceh selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) PT Bank Aceh secara resmi memutuskan PT Bank Aceh yang selama ini beroperasi secara konvensional akan dikonversi (diubah) secara total ke sistem perbankan syariah. Gubernur berprinsip sistem keuangan Islam merupakan solusi atas berbagai permasalahan umat dewasa ini dan juga selaras dengan status Aceh sebagai bumi Syariat Islam. Proses konversi dilakukan dengan cepat sehingga Bank Aceh Syariah segera terwujud.

Pembangunan rumah untuk masyarakat miskin

7l

Dalam upaya mensejahtarakan nelayan, Gubernur Aceh telah merealisasikan anggaran armada perikanan untuk meningkatkan produktivitas nelayan dengan total anggaran sebesar Rp.167.812.183.805,-

Optimalisasi penggunaan lahan Kebun Kelapa Sawit dalam rangka perluasan areal perkebunan rakyat, Gubernur Aceh telah merealisasikan anggaran sebesar Rp. 149.480.305.343,- dengan total lahan seluas 7.935 Ha

Dalam rangka penyediaan sarana produksi pertanian dan perkebunan, Gubernur Aceh telah merealisasikan anggaran sebesar Rp.214.530.817.093,- dengan rincian sebagai berikut :

jh.png

  1. Pendidikan

Angka melek huruf di Aceh semakin meningkat hingga tahun 2015.  

22

Selain itu Gubernur Aceh juga telah berhasil merealisasi anggaran untuk Pendidikan untuk PAUD, SD- Universitas , juga  meningkatkan status Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry.

Penghargaan yang diterima Pemerintah Aceh di bidang Pendidikan sejak 2013.                                                  

  1. Kesehatan

Program kesehatan akan difokuskan pada peningkatan layanan, sehingga masyarakat di seluruh wilayah Aceh bisa mendapatkan akses layanan yang cepat dan lebih efektif, dan untuk mendukung perbaikan sektor kesehatan, Gubernur selaku Kepala Pemerintahan Aceh juga mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota untuk lebih aktif melakukan inovasi dan gebrakan dalam memperkuat program kesehatan rakyat.

Gubernur Aceh telah melakukan pemantauan status gizi tahun 2012 hingga 2015. Sampel yang disurvei 6.900 balita.

Jumlah Kasus Gizi Buruk di Aceh semakin menurun

33

Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Aceh, Gubernur Aceh telah merealisasikan anggaran untuk Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA) dari tahun 2012 sampai dengan 2015 sebesar Rp. 1.580.724.442.906,-

 

  1. Infrastruktur yang Terintegrasi

Pengembangan pembangunan Embung/ Waduk, Gubernur Aceh telah merealisasikan anggaran sebesar Rp.312.058.740.975,-

Pembangunan sarana dan prasarana Pelabuhan yang telah direalisasikan :

  1. Pelabuhan penyeberangan Singkil – Kuala Bubon
  2. Pelabuhan Teupin Layeu, Sabang
  3. Pelabuhan Rakyat Kuala Raja, Bireuen
  4. Pelabuhan Rakyat Meuligeu, Aceh Besar
  5. Pelabuhan Susoh di teluk Surien, Aceh Barat Daya
  6. Pelabuhan Laweung, Pidie
  7. Peningkatan Pelabuhan Krueng Geukuh, Aceh Utara
  8. Pembangunan Pelabuhan Rakyat Lhok Kruet, Aceh Jaya
  9. Pembangunan Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya Aceh Besar.
  10. Pengembangan Pelabuhan Kuala Langsa.

Pembangunan dan Rehabilitasi fasilitas sarana dan prasarana Bandar Udara:

  1. Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM)
  2. Bandara Senebung, Gayo Lues
  3. Bandara Kuala Batu, Aceh Barat Daya
  4. Bandara Syeikh Hamzah Fansuri, Aceh Singkil
  5. Bandara Alas Leuser, Aceh Tenggara
  6. Bandara Cut Nyak Dien, Nagan Raya
  7. Bandara Malikul Saleh, Aceh Utara
  8. Bandara Rembele, Bener Meriah
  9. Bandara Cut Ali, Aceh Selatan
  10. Bandara Maimun Saleh, Sabang
  11. Bandara Lasikin, Simeulue
  12. Ruas Jalan Konektivitas Aceh
  13. Pembangunan Terowongan Geurutee

 

  1. Sumber Daya Alam Berkelanjutan

Gubernur Aceh telah merealisasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebanyak 181 Unit, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)  Sebanyak 5 Unit, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Nagan Raya dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Lhokseumawe.

 

Gubernur Aceh telah merealisasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebanyak 181 Unit, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

 

  1. Masalah Lingkungan Hidup dan Kebencanaan

Tahun 2012

Urusan lingkungan hidup dilaksanakan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah meliputi program pengembangan kinerja pengelolaan persampahan; pencemaran dan perusakan lingkungan hidup; perlindungan dan konservasi sumber daya alam; rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam; peningkatan pengendalian polusi; serta pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Alokasi dana sebesar Rp 20,63 miliar, dan realisasinya Rp 20,16 miliar atau 97,72%.

Program yang dilaksanakan Badan Penanggulangan Bencana Aceh meliputi program penanganan dan pengurangan resiko bencana; kesiapsiagaan, pencegahan dini dan tanggap darurat bencana; dan program rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana. Alokasi dana Rp 57,60 miliar.

Tahun 2013

Lingkungan Hidup, Gubernur Aceh pada tahun 2013 telah melakukan pemantauan terhadap pencemaran mutu air pada titik yang teridentifikasi tercemar, cakupan pengawasan terhadap pelaksana amdal, pemantauan pencemaran udara, pengelolaan limbah B3 yang diawasi dan Penegakan hukum lingkungan. Memantau kualitas lingkungan, telah dilakukan pemantauan kualitas air sungai pada 1 kabupaten dan pengujian kualitas udara ambient di 6 kabupaten/kota, serta monitoring pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) dan limbah B3 pada industri di 9 kabupaten/kota.

Tahun 2014

Urusan Lingkungan Hidup. Pengawasan Amdal dilakukan pada 11 perusahaan dari 31 perusahaan yang wajib Amdal termasuk penegakan hukum lingkungan yang ditindaklanjuti sebanyak 8 kasus. Dalam rangka menjamin kualitas udara, telah dilaksanakan pemantauan kualitas udara ambient di 22 kabupaten/kota. Hasil analisis pengujian laboratorium rujukan, menunjukkan kondisi kualitas udara pada titik sampling di wilayah perkotaan masih baik. Namun untuk Parameter Total Suspended Particulate (TSP) di tiga kabupaten 33 34 diketahui berada di atas baku mutu (tercemar) yaitu Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Timur.

pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3), telah dilaksanakan pengawasan dan pembinaan pengelolaan B3 dan limbah B3 di 6 (enam) Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan 1 (satu) rumah sakit di Aceh.

Tahun 2015

Urusan Lingkungan Hidup. Pemantauan pencemaran status mutu air tahun 2015 dilakukan di 6 sungai dan 2 danau, sedangkan tahun 2014 hanya dilakukan terhadap 3 sungai dan 2 danau. Hasil analisa pengujian air oleh BPPL Bapedal Aceh tahun 2015, kualitas air (sungai/ danau) adalah tercemar ringan.Tahun 2015, telah dilakukan Pengawasan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) terhadap 42 usaha/ kegiatan dari 60 usaha/kegiatan yang wajib dilakukan pemantauan.

 

Faktor dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh

Aceh adalah wilayah indonesia yang rawan dengan wilayah bencana, dimana dipercayai sebagai penyebab yang menjadi alasan kemiskinan di aceh, kemiskinan selalu menjadi problem sosial sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan, akan tetapi bencana dipercayai sebagai sebab utama dari faktor kemiskinan dimana orang-orang yang terkena dengan berbagai peristiwa bencana sangat rentan terhadap kemiskinan, tsunami di Aceh telah membuat setiap orang yang dekat kepada peristiwa tersebut kehilangan harta benda.

Sebelumnya kemiskinan di Aceh adalah sebuah fakta yang tak terhindarkan meskipun daerah ini sangat kaya sumber daya alam yang terkandung didalamnya namun Aceh merupakan “disaster prone area”, wilayah rentan bencana. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang memperparah kemiskinan di Aceh secara struktural. Badan Pusat Statistik Provinsi (BPS) Aceh mengeluarkan data jumlah penduduk miskin tingkat kemiskinan Aceh tahun 2010 yang memaparkan bahwa jumlah penduduk miskin di Aceh pada tahun 2010 sebesar 861,85 ribu jiwa atau 20,98 persen. Jika dibandingkandengan penduduk miskin pada tahun 2009 yang berjumlah 892,86 ribu jiwa atau 21,80 persen maka jumlah penduduk miskin di Aceh menurun hingga 0,82 persen.

 Tingkat kemiskinan berdasarkan data terakhir Bank Indonesia, bulan September 2015 tercatat sebesar 17,11%. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada bulan September 2014 yang sebesar 16,98%. meningkat nya tingkat kemiskinan di Aceh tersebut diakibatkan oleh adanya peningkatan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan sebesar 22%.

44

https://aceh.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/43

Dari tahun 2014 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 881,27 ribu jiwa menjadi 848,44 ribu jiwa di tahun 2016, tetapi jumlah penduduk miskin di tahun 2017  mengalami peningkatan kembali,  ter­jadi peningkatan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu mencapai 31 ribu orang. Apabila dibandingkan dengan Maret tahun sebelumnya, peningkatan jumlah penduduk miskin 24 ribu orang. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2016-Maret 2017 persentase penduduk miskin mengalami peningkatan di daerah perkotaan sebesar 0,32 persen dan pedesaan sebesar 0,57 persen.

Jumlah angka penduduk miskin di Aceh tersebut dengan memiliki anggaran APBA tahun 2017 mencapai Rp14,7 triliun, merupakan yang tertinggi di Pulau Sumatera dan peringkat enam di Indonesia. Menurut Kepala BPS Aceh, Wahyudin di Banda Aceh, komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di pedesaan, di antaranya adalah beras, rokok, dan ikan tongkol/tuna/cakalang. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan yang berpengaruh terhadap nilai garis kemiskinan adalah biaya perumahan, bensin dan listrik.

Hasil kajian Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) dari publikasi terbaru BPS RI, Aceh mendapat pre­dikat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin tertinggi di Sumatera. Secara nasional, Aceh berada di pe­ringkat keenam termiskin setelah Papua, Papua Barat, Maluku, NTT dan Gorontalo. Melonjaknya angka kemiskinan di Aceh menunjukkan kinerja pemerintahan di Aceh sangat buruk. Dalam tiga tahun terakhir, kinerja pembangunan tidak ada dampak apapun terhadap penurunan angka kemiskinan di Aceh. Hal ini bisa terlihat dari sajian data kemiskinan sejak tahun 2014. Persentase kemiskinan Aceh pada periode September 2014 sebesar 16,98 persen, September 2015 sebesar 17,11 persen, September 2016 sebesar 16,43 persen dan terbaru periode Maret 2017 mencapai 16,89 persen.

 

Kesimpulan

Ditahun 2017 Aceh adalah provinsi yang memiliki APBD tertinggi, namun berbanding terbalik dengan kondisi kemiskinan dan pengangguran yang masih merupakan provinsi termiskin serta pengangguran tertinggi di Sumatera. Kondisi tersebut merupakan PR utama bagi pemerintahan Gubernur yang baru. Pemerintah  Aceh menargetkan  capaian produksi padi sekitar 2,9 juta ton, jagung sekitar 249 ribu ton dan kedelai 48 juta ton. Target-target ini tidak bisa dikatakan kecil. Oleh sebab itu pemerintah  berupaya dan kerja keras untuk mencapainya perbaikan ekonomi dalam menuntaskan tingkat kemiskinan di aceh.

Dalam tiga tahun terakhir, kinerja pembangunan tidak ada dampak apapun terhadap penurunan angka kemiskinan di Aceh. Hal ini bisa terlihat dari sajian data kemiskinan sejak tahun 2014. Persentase kemiskinan Aceh pada periode September 2014 sebesar 18,05 persen, September 2015 sebesar 17,08 persen, September 2016 sebesar 16,72 persen dan terbaru periode Maret 2017 mencapai 16,89 persen. Ini adalah sebuah kemajuan yang baik untuk pemerintah aceh yangtelah berupaya keras dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam mengurangi tingkat kemiskinan

Pada tahun 2016 pendapatan daerah Aceh  dari hasil alam melimpah, dana otonomi khusus yang jumlahnya lebih banyak dari pada daerah lain terlihat Aceh ini adalah Daerah yang sangat makmur.  Perbaikan ekonomi terus di tingkatkan oleh pemerintah Aceh  yang didorong oleh adanya pertumbuhan di tiga sektor utama di Aceh yakni sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi. Ketiga sektor tersebut juga ikut menjadi sumber pertumbuhan ekonomi

Aceh  sektor konstruksi menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar dengan sumbangsih sebesar 1,36%, kemudian diikuti oleh sektor terbesar di Aceh, yakni Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,15%. Sementara itu, sektor Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor sebagai sektor kedua terbesar Aceh menyumbang pertumbuhan sebesar 0,62%. Sementara itu, dari sisi permintaan, kontribusi peningkatan ekonomi Aceh bersumber dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan kontribusi sebesar 2,73% dan Konsumsi Konsumsi Rumah Tangga sebesar 2,27%. Kenaikan pada PMTB tersebut seiring dengan adanya kenaikan PMTB bangunan yang terdorong oleh peningkatan kegiatan pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah sejak pertengahan tahun 2015.

 

Ekonomi Aceh pada triwulan I-2016 membaik dibandingkan sebelumnya atau tumbuh positif sebesar 3,66%. Tingkat pengangguran Aceh per Februari 2016 meningkat namun tingkat kemiskinan  September 2015 menurun. Jumlah angka penduduk miskin di Aceh dengan memiliki anggaran APBA tahun 2017 mencapai Rp14,7 triliun, merupakan yang tertinggi di Pulau Sumatera dan peringkat enam di Indonesia. yang di pengaruhi komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di pedesaan, di antaranya adalah beras, rokok, dan ikan tongkol/tuna/cakalang. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan yang berpengaruh terhadap nilai garis kemiskinan adalah biaya perumahan, bensin, listrik, dll.

Dari upaya jangka waktu 4 tahun 2012-2017 yang dilakukan oleh pemerintah aceh memang telah menghasilkan perubahan positif dalam beberapa bidang seperti pendidikan, kesehata, pembangunan prasarana transportasi, aceh mengalami tingkat peningkatan dalam jumlah kemiskinan, itu artinya upaya pemerintah aceh blom bisa mengatasi kemiskinan yang melanda Aceh, dan dalam kepemimpinan Gubernur  yang baru, ini menjadi tugas yang sangat penting untuk mengatasi dan mengembalikan kondisi aceh dari kemiskinan. Dan intinya penurunan ekonomi dan peningkatan kemiskinan yang dailami aceh saat ini adalah dampak dari ketidak mampuan pemerintah baru dalam mengelola perekonomian Aceh untuk bisa mengurangi kemiskinan yang sebelumnya telah mengalami penurunan.

Sumber

http://diskominfo.acehprov.go.id

www.humas.acehprov.go.id

http://aceh.bps.go.id/

http://aceh.tribunnews.com/2014/11/28/ini-potensi-kekayaan-aceh-yang-melimpah

http://acehprov.go.id/news/read/2016/11/08/3717/pertanian-sektor-andalan-pertumbuhan-ekonomi-aceh.html

http://bps.go.id

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Tinggalkan komentar